Tulisan ini layak diangkat sehubungan dalam rangka implementasi PHBM jilid 2 yang dicanangkan Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, kebetulan penulis pernah menjabat di KPH Bandung Selatan.
Harus diakui Implementasi Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) memang masih banyak dijumpai hambatan baik kendala internal
maupun eksternal sehingga Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) belum
secara maksimal dirasakan sebagai sistem pengelolaan.
PEMAHAMAN TENTANG IMPLEMENTASI
PHBM
Upaya-upaya yang
seharusnya dilakukan untuk memasyarakatkan Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sehingga semua pihak tergerak dan bersinergi
dalam mengimplementasikan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)) yaitu dengan cara :
a) Penguatan pemahaman Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di lingkungan Petugas /
Perhutani (internal)
Penguatan pemahaman Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat PHBM)) di lingkungan internal petugas adalah langkah
pertama kali yang wajib dilakukan.
Perubahan pola pikir (mind
set) sangat sulit diterapkan dan perlu
waktu serta proses yang panjang karena petugas Perhutani sudah terbentuk sebuah
budaya arogan di mata masyarakat sekitar hutan apalagi pola pikir ini akan mulai
menyentuh sosial kemasyarakatan.
Seluruh Mandor harus memahami sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM)) dan harus menjadi kader PHBM dan memfungsikan diri sebagai penyuluh,
dalam hal ini harus dilakukan deteksi dini untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut :
1. Sebenarnya sejauhmana
implementasi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) para petugas kita ?
2. Sebenarnya sejauhmana
komitmen mereka terhadap eksistensi perusahaan terutama dalam mensukseskan
program-program perusahaan yang salah satunya adalah sistim Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) ?
3.
Apakah petugas tersebut
selalu melakukan sosialisasi atau membicarakan tentang PHBM pada saat pertemuan
dengan siapa saja sehingga PHBM dikenal di seluruh elemen masyarakat ?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut dan untuk
menanamkan pengertian / pemahaman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
memang tidak mudah, apalagi tidak semua petugas mampu dengan cepat memahami tentang sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) melalui media bacaan misalnya yang diterjemahkan dalam bahasa masyarakat
desa hutan. Namun sulit bukan berarti
tidak mungkin, semua petugas berupaya menjelaskan tentang Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) dengan bahasa yang mudah dimengerti terutama dalam
menghadapi masyarakat desa hutan.
Para petugas mungkin
tidak paham tentang detil pengertian Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM), namun implementasi di lapangan yang diperlukan adalah pemahaman tentang
konsep sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sehingga bisa
dimengerti oleh Masyarakat Desa Hutan.
Selanjutnya selalu
membicarakan tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada saat
pertemuan rutin lingkup BKPH ataupun
pada pembicaraan-pembicaraan dengan KRPH/Mandor.
Untuk menambah pengetahuan
tentang pemahaman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan membuat media berupa papan informasi yang
berisi tentang materi-materi atau informasi-informasi terkini tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM),
hal tersebut diharapkan akan dibaca minimal pada saat yang bersangkutan ada di
kantor asper atau pada saat piket di Kantor Asper pada malam hari.
Selain pembuatan papan informasi, juga meringkas materi-materi
tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menjadikannya sebuah buku
saku, hal tersebut agar pada saat sosialisasi kepada siapapun yang
bersangkutan bisa membuka buku pintar tersebut sehingga seluruh informasi yang
diharapkan dapat sampai kepada penerima informasi terutama pada saat pertemuan
dengan anggota KTH / LMDH baik di hutan ataupun di dalam pertemuan-pertemuan
LMDH/KTH atau dengan stakeholder lainnya.
b) Sosialisasi Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ekternal
Kendala yang sering ditemui
adalah usaha produktif Masyarakat Desa Hutan hanya terfokus pada budidaya
komoditi dalam kawasan hutan sedangkan usaha produktif diluar kawasan hutan
belum banyak dilakukan, hal tersebut
terkait dalam budidaya kopi modal
menjadikan unsur utama keberhasilan.
Interaksi masyarakat desa hutan
terhadap kawasan hutan sangat tinggi atau mereka sangat tergantung pada kawasan hutan. Hal tersebut mengingat lahan milik yang sangat sempit dan terbatas.
Pada sosialisasi Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk eksternal terbagi i dalam tingkatan RING (gelang implementasi).
Ring 1 adalah kawasan yang paling vital, selanjutnya Ring
2 sampai Ring 4. Dalam pembagian ring
tersebut ditentukan sasaran dan langkah yang akan ditempuh.
b.1. Sosialisasi
PHBM ekternal pada Ring 1
Sasaran : Pengurus KTH dan LMDH
Langkah : Penguatan Kelembagaan lingkup KTH dan LMDH
Pada saat pertama kali menjabat yang dilakukan identifikasi potensi, baik potensi sumberdaya hutan, potensi Desa maupun potensi kelembagaan pada KTH maupun
LMDH.
Sosialisasi ekternal pada RING 1 adalah yang prioritas
pertama sehingga pendekatan dan pemahaman karakteristik baik desa, potensi SDH,
maupun masyarakat sangat diperlukan untuk pengembangan dan pemahaman Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) baik tingkat pengurus maupun anggotanya.
Selanjutnya melakukan pengkajian / identifikasi program
yang sudah dilaksanakan pada setiap LMDH dan sejauh mana kekuatan
kelembagaannya baik dari sisi
kepengurusan maupun pengakaran pada anggotanya.
Identifikasi
dilakukan dengan mengumpulkan permasalahan dari petugas terutama kader PHBM dan
beberapa dari anggota LMDH.
Hasil kajian dituangkan dalam
matrik kajian yang berisi kendala dan langkah-langkannya.
Dari hasil pengkajian /
identifikasi bersama petugas dijumpai beberapa LMDH sudah tidak aktif (hanya
tinggal nama), hal tersebut disebabkan :
· Pada
saat pendiriannya tidak merupakan aspirasi masyarakat (cenderung asal jadi dan
asal ada).
·
Ada
konflik internal antar pengurus LMDH.
·
Pengurus
pindah tempat tinggal dan atau punya aktivitas diluar kota.
b.2. Sosialisasi PHBM ekternal
pada Ring 2
Sasaran : Perangkat
Desa dan perangkat Kecamatan
Langkah : Melalui petugas / mandor supaya mengajak
perangkat Desa atau Kecamatan untuk terlibat dalam Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) dan diharapkan bisa menarik Masyarakat Desa Hutan untuk ikut
bekerjasama melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Langkah ini cukup efektif,
perangkat desa / kecamatan bisa menjadikan jembatan bagi masyarakat desa di
sekitar hutan dalam pemahaman Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
terutama tentang hak dan kewajibannya dalam sistem Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM).
Di BKPH tempat saya dulu menjabat sudah banyak perangkat desa yang ikut terlibat baik
sebagai petani kopi maupun pengurus LMDH. Malah ada Kepala Desa dan Kepala Dusun yang memiliki tanaman Kopi
dan menjadi pengurus LMDH.
b.3. . Sosialisasi PHBM
ekternal pada Ring 3 (Instansi terkait)
Sasaran :
|
Instansi pemerintahan terkait (Dinas-dinas secara
nonformil atau karyawannya)
|
Langkah :
|
Petugas Perhutani memberikan sosialisasi non formil
pada karyawan instansi terkait pada
saat bertemu.
|
Langkah tingkat BKPH hanya mampu sebatas sosialisasi non
formil pada karyawan instansi terkait, diharapkan akan terjalin tularan
informasi pada teman kerja maupun atasannya.
Pada momen tertentu seperti pelatihan-pelatihan pada
Masyarakat Desa Hutan seperti Pelatihan SLPHT (Sekolah Lapangan Pemberantasan
Hama Terpadu) yang diselenggarakann oleh Dinas perkebunan
Propinsi Jawa Barat atau dinas Pertanian
Kabupaten.
Pada momen tersebut para penyuluhnya secara tidak
langsung mendalami sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan
bertanya kepada petugas ataupun LMDH sehingga kesiapan petugas dan pengurus
LMDH untuk menularkan informasi sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) diharapkan sesuai sasaran.
b.4. Sosialisasi PHBM ekternal
pada Ring 4
Sasaran :
Investor, baik perorangan maupun perusahaan
Langkah :
Memberikan Informasi potensi sumberdaya
hutan dan sumberdaya manusia baik petugas maupun Masyarakat desa hutan dan
penjelasan mengenai sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Untuk rencana
Investor ada 3 tingkatan sesuai dengan tujuan pada siapa yang bersangkutan
menghubungi.
Pada saat itu penulis menyiapkan buku Daftar Investor Rencana Kerjasama PENGELOLAAN
HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) pada 3 tingkatan sebagai pemegang buku
investor yaitu :
1. Buku
Daftar Investor Kantor Asper
2. Buku
Daftar Investor KRPH
3. Buku
Daftar Investor LMDH
Prinsip buku ini adalah sama seperti buku tamu, yang
berisi catatan-catatan investor yang telah menghubungi pihak Perhutani
(Asper/KRPH/Mandor) atau LMDH.
Yang tercatat dalam buku ini rincian tujuan investasi, nama perusahaan dan Kontak
personnya.
Pemisahan buku investor tersebut untuk memisahkan pada
tingkat mana investor tersebut mengutarakan rencana programnya dan sejauhmana
tingkatan itu menjelaskan tentang PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM).
Hal tersebut untuk mendeteksi sejauhmana keseriusan para
investor tersebut dalam program investasinya.
MEMBANGUN
KELEMBAGAAN
Upaya-upaya dalam membangun dan menguatkan kelembagaan
sehingga tercipta daya dukung kelembagaan yang sangat mendukung proses
pemberdayaan masyarakat desa hutan (MDH) terbagi dalam beberapa sasaran :
1) Pembentukan kelembagaan yang
mengakar pada anggotanya
Pengumpulan data dan informasi
desa mengenai potensi desa dan permasalahnnya, kesiapan masyarakat dan
pertimbangan lain termasuk pertimbangan politis bila ada.
Dalam pembentukan kelembagaan ini diawali dengan
sosialisasi. Hal-hal yang
disosialisasikan adalah :
· Latar
belakang, maksud dan tujuan Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
· Batasan-batasan
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (hak dan kewajiban)
·
Pengenalan pangkuan hutan yang
masuk desa tersebut.
·
Tahapan Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM)
· Ruang lingkup kegiatan Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
Pertemuan- pertemuan dilaksanakan di masing-masing RW,
sasaran RW ini diharapkan bisa terbentuk minimal 1 KTH.
Setelah setiap pertemuan tiap RW tersebut dilaksanakan
dan mulai terbentuknya beberapa KTH dalam desa tersebut maka dari kumpulan
beberapa pengurus KTH dirumuskan untuk pembentukan LMDH.
Setiap proses pembentukan KTH maupun LMDH baik ketua
maupun kepengurusannya adalah merupakan aspirasi dan partisipasi masyarakat,
petugas hanya membimbing /mediator pembentukannya saja.
Dengan demikian diharapkan kepengurusannya dapat diterima
oleh anggotanya,
setelah terbentuknya kepengurusan.
Pengalaman dalam pembentukan kelembagaan ini di wilayah KPH Bandung selatan ada 2(dua)
model desa dengan metode pendekatan yang
jauh berbeda :
a) Desa
yang sejak dulu masyarakatnya berasal dari perambah hutan
Sasaran terhadap masyarakat
kelompok ini adalah bagaimana supaya masyarakat yang sudah melakukan perambahan
hutan mau melakukan alih komoditi dari tanaman sayuran ke tanaman MPTS dan tanaman lain yang tidak merusak konservasi.
Dalam penanganan alih komoditi
dalam desa ini tidak bisa serentak dilaksanakan langsung alih komoditi, karena
komoditi yang ditanam dalam sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
terutama Kopi memerlukan waktu 2-3 tahun untuk menghasilkan / panen, sehingga
dalam jangka itu petani yang tidak memiliki lahan sendiri tersebut memerlukan penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Dalam tahapan ini setiap petani
wajib membentuk KTH dan diwajibkan menanam kopi /MPTS pada areal hutan yang
digarap.
Selanjutnya dibentuk LMDH yang
salah satu kewajibannya adalah pembentukan pengamanan dalam penanganan
perambahan menuju alih komoditi.
Bagi pengarap yang tetap merambah
tanpa ada niat untuk alih komoditi maka pengurus akan mencabut dari keanggotaan
dan tidak berhak atas lahan garapan tersebut.
Hal tersebut bisa dilihat dari
upaya petani tersebut dalam
mempertahankan keberadaan tanaman kayu dan mengadakan tanaman
budidayanya yang sesuai dan dijinkan dalam sistem Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM).
Dalam proses tersebut kopi-kopi
yang sudah panen sudah tidak memerlukan lagi sayuran, selain lokasinya tertutup,
hasilnya juga dapat diandalkan.
b) Desa
yang sejak dulu tidak pernah punya akses ke hutan
Berkaitan dengan itu selain
menjadi menarik untuk ditelusuri perkembangannya juga makin menarik untuk
dijadikan model sosialisasi yang sesungguhnya karena seorang petugas harus
secara ekstra menjelaskan dari a sampai z dulu mengenai Perhutani dengan
tahapan sosialisasi sbb :
· Pengenalan
pengelolaan hutan dan hal-hal yang tidak diperbolehkan di hutan. (lebih dititik
beratkan pada gambaran umum UU 41 /1999 dan hak pengelolaan hutan oleh Perum
Perhutani PP No. 72 tahun 2010, saat itu masih
PP 30).
· Pengenalan
tentang petugas Perum Perhutani di Lapangan dan tugas-tugasnya.
· Pengenalan tentang latar
belakang, maksud dan tujuan Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
·
Batatan-batasan
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) (hak dan kewajiban)
·
Pengenalan pangkuan hutan
yang masuk desa tersebut.
·
Tahapan Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM)
·
Ruang lingkup kegiatan Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
2)
Pembinaan
Kata kunci untuk upaya dalam membangun dan menguatkan
kelembagaan adalah “Pembinaan”.
Pembinaan masyarakat desa
hutan merupakan wujud dari misi
pelayanan umum Perum Perhutani, dalam
pelaksanaannya Perum Perhutani mengikutsertakan masyarakat desa hutan dalam
kegiatannya sebagai mitra sejajar.
Kata “sebagai mitra sejajar” mungkin masih sulit diterima oleh beberapa
kalangan petugas Perum Perhutani di lapangan sehingga perlu terus dikembangkan perubahan sikap (mindset) dan
pola pikir di dalam diri petugas Perum Perhutani dalam tatanan sistem Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Cerminan keberhasilan tujuan dan
sasaran pembinaan masyarakat desa hutan
secara umum adalah :
· Terciptanya
kelestarian sumber daya hutan sehingga tercapai keberlanjutan fungsi dan
manfaat yang optimal bagi lingkungan.
·
Masyarakat desa hutan
sejahtera
·
Tercapainya lingkungan hidup
yang produktif dan berkualitas.
Dalam kemitraan yang sejajar ini perlu dibangun rasa
kebersamaan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin Perhutani atau
kegiatan-kegiatan yang bersifat perbaikan lingkungan sumberdaya hutan lainnya diluar rencana.
Hal tersebut akan terbentuk rasa memiliki akan keberadaan
lingkungan dan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat desa hutan.
Begitu pentingnya pembinaan ini terutama untuk merubah
sikap dan perilaku masyarakat desa sekitar hutan akan pentingnya pelestarian
hutan dan fungsi-fungsinya.
Dalam pembinaan petugas
harus mempelajari dulu gambaran
umum masyarakat desa hutan yang pada umumnya terpencil, aksesibilitas rendah,
pendapatan rendah, pendidikan rendah, tingkat kesehatan dan cenderung kurang
tersentuh pembangunan sementara interaksi dengan hutan cukup tinggi karena
sebagian besar masyarakat desa hutan tidak memiliki lahan garapan.
Dalam berinteraksi dengan hutan terjadi 2 akibat
interaksi, yaitu interaksi positif dan interaksi negatif.
Interaksi positif berupa kontribusi yaitu penyerapan
tenaga kerja dan kontribusi pangan adapun interaksi negatif berupa degradasi
hutan yang akan berakibat timbulnya tanah kosong baru akibat pencurian kayu,
pengrusakan hutan, gangguan keamanan lainnya sehingga potensi sumberdaya hutan menurun yang akan
berakibat fatal terhadap keberadaan fungsi dan manfaat sumber daya hutan.
Akar permasalahan dari pembinaan masyarakat desa hutan
dalam membangun program adalah bagaimana mengembangkan sumberdaya manusia pada
masyarakat desa hutan.
Sesuatu hal yang tidak mudah, selain keadaan Sumber Daya Manusia
dengan pendidikan rendah dan pola pikir yang mencari gampangnya saja menjadi
hambatan yang utama dalam pengembangan
masyarakat desa hutan.
Pola yang dilakukan pada peningkatan pengetahuan yang
bisa dilakukan melalui peningkatan keterampilan dan penjelasan secara terus
menerus dalam menekankan pentingnya manfaat sumberdaya hutan bagi kehidupan
masyarakat.
Peningkatan peran serta masyarakat desa hutan dalam
pembangunan dan pelestarian hutan diperlukan fungsi “mitra sejajar”, dimana
kondisi mitra sejajar tersebut dapat tercapai jika masyarakat disekitar hutan
merupakan masyarakat yang mandiri.
Masyarakat mandiri dalam konteks ini adalah petani mandiri sebagai tujuan dari pembangunan masyarakat desa
hutan dalam mengarahkan ke interaksi positif berupa kontribusi.
Hasil akhir kemandirian
masyarakat desa hutan dalam hal ini petani mandiri dapat dilihat dari
dalam :
· Kemampuan
dalam melihat kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya atau kelompoknya.
· Kemampuan
untuk memperhitungkan kesempatan dan ancaman dari lingkungan sekitarnya.
· Kemampuan
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dan pilihan alternatif penyelesaiannya.
Kemandirian adalah sesuatu proses
yang dinamis terutama bila hal tersebut hanya terbentuk pada perorangan saja
(hanya sebagian kecil petani), sehingga proses kemandirian akan lebih intensif
dalam suatu kelompok yang dinamis juga.
Dalam pembinaan terhadap KTH atau
LMDH selalu menekankan akan nilai ekonomis dari pemanfaatan hutan yang benar
dan optimal disamping itu dipacu untuk mengembangkan usaha lain /produktif diluar kawasan hutan.
3)
Pendampingan
Dalam membangun kelompok yang mandiri maka acuan yang
dipegang adalah 5 bidang hasil pokok (BHP) yaitu : organisasi, administrasi,
permodalan, usaha produktif dan akseptasi/pengakaran.
5 BHP (bidang Hasil Pokok) itu harus mempunyai
karakteristik :
a) Adanya
organisasi yang kuat dengan pembagian tugas dan wewenang.
b) Adanya Administrasi yang yang tertib.
c) Adanya permodalan swadaya melaui usaha mandiri yang
bersumber dari iuran anggota.
d) Adanya usaha produktif yang direncanakan, dilakukan dan
dibiayai kelompok (KTH/LMDH)
e) Adanya akseptasi / pengakaran (keberadaan LMDH harus bisa
dirasakan manfaatnya oleh anggotanya.
Dalam melaksanakan 5 BHP dilakukan melalui pendampingan. Pendampingan pun di lingkungan Perhutani harus terstruktur
pada tingkatan mana pendampingan itu dilakukan. Pendampingan dilakukan secara
terstruktur diharapkan bahasa yang digunakan dalam melakukan sosialisasi atau
pemberdayaan bisa dipahami secara menyeluruh.
Pendampingan melibatkan seluruh petugas Perhutani baik dari Mandor,
KRPH, Asper /KBKPH dan pada momen-momen tertentu didampingi oleh fasilitator PHBM,
KSS PHBM dan TPM.
Tujuan pendampingan diharapkan adalah :
·
Terjadinya penguatan
kelompok dalam hal ini KTH/LMDH
· Peningkatan
keterampilan teknis organisasi, administrasi dan kewirausahaan.
· Memberikan pertimbangan
berbagai alternatif pemecahan masalah
yang dihadapi.
·
Menemukan dan mendayagunakan
sumberdaya-sumberdaya yang tepat untuk pengembangan kelompok.
·
Mengembangkan kemampuan potensial yang dimiliki kelompok.
·
Evaluasi kegiatan yang sudah
dilakukan kelompok
MEMBANGUN NETWORKING / JEJARING
Upaya
dalam membangun net working /jejaring sehingga potensi sumber daya hutan dapat
dimanfaatkan secara optimal.
Membangun
jejaring dalam sistim Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) memang tidak
mudah, mungkin di kalangan Perhutani pun masih banyak yang tingkat pemahamannya masih
sangat rendah terutama pada teman-teman kantor yang sehari-harinya jarang
bersentuhan dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), hal
tersebut jauh berbeda dengan teman-teman yang sehari-harinya bekerja dan
bersentuhan dengan hutan dan masyarakat terutama mandor dan polhuter.
Jejaring
yang dibangun di BKPH SEHARUSNYA dengan
terlebih dahulu membangun kekuatan diri dan menutup kelemahan diri yang ada
pada seluruh petugas dengan membangun
komitmen melalui kebersamaan dan kekeluargaan.
Apa yang telah dilakukan dulu yang salah baik pada masyarakat maupun
pada perusahaan oleh petugas untuk dilupakan dan ditinggalkan. Hal ini sangat penting sebagai landasan dalam
membangun image jejaring ke luar Perhutani.
Dengan
dibekali pemahaman sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diasah
terus menerus melalui sosialisasi intern pada saat pertemuan maupun saat
diskusi.
Walaupun potensi SDM yang
terbatas SEBAIKINYA terus membangun motivasi agar semua petugas mampu
menjadi kader Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) / penyuluh bagi
seluruh aktifitas program Perhutani, dengan demikian akan terbentuk jiwa Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada diri masing-masing petugas sehingga mampu
memancarkan wibawa dalam mensosialisasikan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
(PHBM) kepada ekternal.
Dasar jejaring yang dibangun pertama kali adalah
membangun keperdulian masyarakat desa hutan terhadap lingkungannya dengan
mensosialisasikan tentang pentingnya hutan agar
diperoleh keberlanjutan fungsi dan manfaatnya agar terasa bagi kehidupan
masyarakat sekitar hutan.
Dalam perjalanan membangun jejaring dasar berupa KTH dan
LMDH dengan membangun kekuatan pada perangkat desa dan kecamatan agar terlibat
dalam jejaring pengelolaan sumber daya hutan ini.
Hal tersebut untuk menambah kekuatan moral pada
masyarakat desa hutan bahwa pemimpinnya juga perduli dalam pengelolaan hutan.
Dari hasil kegiatan ini pada saat itu banyak perangkat
desa yang ikut terlibat dalam kepengurusan baik KTH maupun LMDH, bahkan banyak
diantaranya yang mempunyai tanaman
komoditi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Dengan membangun jejaring dasar yang kuat dari rencana
dan tindakan yang partisipatif murni anggota KTH, LMDH dan para perangkat desa
maka lambat laun jejaringnya akan semakin luas.
Adanya pengakaran
Organisasi KTH dan LMDH selain dirasakan oleh anggota juga dirasakan
warga sekitarnya dan terjadinya perubahan sosial ke arah yang positif.
Hutan yang dulu hamparan sayuran dan terlihat gersang,
lambat laun sudah mulai terlihat hijau.
Keterlibataan generasi muda dalam karangtaruna pun sudah
dilaksanakan dan sangat respek pada pemberdayaan masyarakat desa hutan.
Masyarakat desa hutan saat ini sangat perduli dengan
keamanan hutan terutama pencurian kayu dan kebakaran.
Nilai yang tidak bisa dibeli oleh Perhutani adalah rasa
memiliki anggota KTH terhadap fungsi dan manfaat hutan yang dulu tidak pernah
terpikirkan oleh mereka yang tahunya hanya mencari garapan untuk ditanami sayur
walau harus berhadapan dengan petugas Perhutani.
Sudah 2 kali LMDH ikut terlibat dalam menangkap pencurian
kayu oleh satu oknum masyarakat desa lainnya.
Kebakaran selalu diketahui sejak dini sehingga tidak sampai meluas.
Penulis selalu
menyarankan agar LMDH selalu melakukan inovasi-inovasi dalam partisipatifnya, misalnya mengajukan
proposal-proposal ke instansi-instansi terkait sehingga dikenal.
Melalui LMDH banyak bantuan mengalir yang berawal dari
pengajuan proposal kegiatan kepada instansi-instansi terkait.
Diantaranya bantuan dari dinas perindustrian berupa mesin
pengolahan kopi glondong, pembangunan pabrik Kopi organik di LMDH
Rahayutani selanjutnya dinas perkebunan (penyadang
dana) dan Pertanian Kabupaten (sebagai pelaksana) melalui program Sekolah
Lapangan Penyuluhan Hama Terpadu (SLPHT).
Selanjutnya
jejaring lain yang sudah ditangkap adalah sosialisasi pada para investor
(perusahan atau perorangan) yang sudah menghubungi dan atau dihubungi baik ke
Perhutani maupun LMDH.
Jejaring ini dibangun melalui langkah-langkah pencarian
investor baik oleh petugas maupun LMDH atau yang datang dan menawarkan sendiri
kepada Perhutani atau LMDH.
Sistim komunikasi dengan menarik para investor ini memang
tidak secara khusus mengadakan suatu acara pemangilan calon investor dalam satu
acara, namun melalui komunikasi secara tidak langsung apabila bertemu dengan
siapa saja yang mempunyai potensi untuk investasi melalui petugas Perhutani
atau LMDH terutama untuk menjaring investor peorangan.
Untuk calon investor lembaga /perusahaan yang paling
banyak dijumpai adalah dalam bentuk koperasi.
Beberapa investor dari perusahaan terutama yang respek
dengan Kopi dan komoditi lainnya yang bisa ditanam pada umumnya datang sendiri
kepada Petugas Perhutani ataupun LMDH meminta penjelasan mengenai sistem
pengelolaan yang diterapkan oleh Perhutani.
Dengan bekal pengetahuan tentang sistem Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) yang dikuasai oleh para pengurus LMDH dan petugas
Perhutani pada umumnya mereka paham
dengan sistem yang diterapkan di Perhutani.
Jejaring berikutnya yang dibangun adalah jejaring pada
instansi-instansi lain yang ada di kabupaten Bandung. Jejaring ini dibangun baik oleh LMDH maupun petugas Perhutani. Oleh petugas Perhutani lebih pada saat
pembicaraan non formal sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada
karyawan-karyawan instansi-instansi.
Sementara untuk para LMDH untuk pengenalan kelembagaannya melalui
proposal-proposal yang diajukan kepada instansi-instansi terkait sehingga
kelembagaanya dapat dikenal oleh instansi-instansi terkait terutama di lingkungan
Pemda Kabupaten.
Dari hasil proposal tersebut ada diantaranya beberapa
LMDH yang mendapat bantuan-bantuan terutama bibit Kopi, mesin penggiling kopi
dari dinas perindustrian melalui Desa dan pada saat ini LMDH Rahayu tani telah
membangun pabrik Kopi yang akan menampung kopi-kopi yang menggunakan pupuk
organik yang merupakan bantuan dari Dinas Perindustrian Propinsi Jawa Barat.
Dengan demikian jejaring yang dibangun cukup berhasil
karena sebelum bantuan-bantuan itu mengalir selalu ada tinjauan lapangan
tentang keberadaan LMDH sehingga sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
dikenal oleh instansi-instansi tersebut.
Selain bantuan barang tersebut bantuan berupa pelatihan pun telah ada berupa
Sekolah Lapangan Pengendalian Hama terpadu (SLPHT) dari Dinas Perkebunan
Propinsi Jawa Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten.
Untuk membangun sistem penyuluhan Dinas Kehutanan
Propinsi telah ikut membantu demplot Sentral Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
(SPKP) dengan demplot di desa Pinggirsari Kecamatan Arjasari. Walaupun Sasaran SPKP adalah para petani luar
kawasan Hutan, namun diberi kesempatan untuk mensosisalisasikan sistem Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang diterapkan di Perhutani dengan presentasi
di hadapan petani luas kawasan hutan yang dimungkinkan untuk diterapkan di lahan
pertanian sebagai konservasi tanah luas kawasan hutan.
Hubungan yang sinergi ini sangat penting dalam rangka
membangun pemberdayaan masyarakat desa hutan untuk ikut terlibat dalam
membangun lingkungan desanya agar
mempunyai desa dengan keseimbangan alam yang baik.
Demikianlah jejaring yang seharusnya dilakukan dengan harapan informasi tentang
PHBM ini lambat laun akan tertular informasinya pada semua orang di instansi
manapun sehingga semua pihak ikut pro aktif melaksanakan pemberdayaan
masyarakat desa hutan.
APA
YANG SALAH DENGAN IMPLEMENTASI PHBM DI PERUM PERHUTANI KPH INDRAMAYU ?
Beberapa permasalahan
mendasar PHBM di KPH Indramayu adalah :
1. Pembentukan
awal LMDH pada saat itu hanya sebatas ada kelembagannya saja (kejar Target),
tidak dilakukan mulai dari Petak per petak, KTH per KTH, tetapi langsung
dibentuk Pengurus LMDH, sehingga tidak ada pengakaran, antara KTH dan LMDH
tidak ada keharmonisan, pengurus hanya memikirkan dirinya sendiri.
2.Karakter
masyarakat Indramayu yang berbeda dan perlu penanganan khusus.
3. Keperdulian
petugas rendah disamping pengetahuan tentang PHBM sangat minim, padahal
Administratur terus mendorong terciptanya Implementasi PHBM yang benar-benar
mengakar.
Adanya beberapa permasalahan tenurial beberapa
bulan terakhir ini (terutama kasus keraton dan isu bahwa hutan bisa
disertifikatkan) dan pengaduan-pengaduan masalah sengketa lahan garapan (yang
mengindikasikan masih banyak terjadi
jual beli garapan), dapat mengindikasikan lemahnya kelembagaan LMDH /
KTH, sehingga tidak dapat segera diantisipasi.
Manajemen KPH
(Administratur) menegaskan bahwa tidak ada toleransi apabila terbukti petugas
baik petugas KPH, Asper, KRPH dan Mandor yang melakukan jual beli garapan
akan memproses dan bila memungkinkan
dipidanakan.
Upaya-upaya yang telah
dilakukan dalam upaya mendorong terjadinya percepatan implementasi PHBM di KPH
Indramayu adalah :
1. Manajemen
KPH (Administratur) sedang mendorong LMDH untuk melakukan pengantian pengurus.
Sehingga definisi LMDH yang sebenarnya betul-betul sesuai dengan falsafah
kelembagan LMDH, yaitu bahwa LMDH merupakan lembaga resmi yang bekerjasama
dengan perhutani di tingkat desa yang mengikat seluruh KTH-KTH yang ada di desa
tersebut. LMDH ini memiliki AD/ART dan berbadan hukum, serta yang lebih penting
dapat mempresentasikan masyarakat desa hutan. Anggota-anggota LMDH adalah para
penggarap yang tergabung dalam KTH-KTH dan anggota masyarakat lain yang peduli
terhadap keberadaan dan kelestarian hutan.
2. Salah
satu elemen yang paling penting dalam penguatan kelembagaan adalah pertemuan
rutin anggota baik KTH maupun LMDH, tanpa adanya pertemuan rutin sebuah lembaga
tidak akan kuat dan tidak akan ada pengakaran, untuk itu segenap Asper didorong
melakukan koordinasi dengan LMDH supaya pengurus LMDH melaksanakan pertemuan
rutin atas inisiatif LMDH dan dikawal oleh jajaran Petugas.
3. Jadwal
pertemuan rutin bulanan LMDH disampaikan ke KPH untuk dilakukan pengawalan.
4. LMDH
adalah lembaga masyarakat yang Dewan pembinanya adalah Kepala Desa / kuwu
setempat sehingga bila diperlukan bisa ditangani langsung oleh kepala desa/Kuwu
setempat terutama dalam hal konflik kepengurusan dengan bekerjasama dan
difasilitasi oleh Asper.
5. Setiap
LMDH dan Asper agar merancang rencana partisipatif untuk kegiatan tahun 2012
dan selanjutnya membuat rencana stategis (Rentra) tahun 2012 – 2017.
6. KPH
Mengagendakan pertemuan segenap LMDH di kantor KPH setiap 2 (dua) bulan sekali.
7. KPH
mengagendakan pertemuan dengan Pencinta Alam, LSM dan stakeholder lain setiap 3
bulan sekali
Diharapkan dengan adanya
pertemuan rutin dan rencana partisipatif antara LMDH dengan Asper serta stakeholder dapat meminimalisir dan
mendeteksi secara dini
permasalahan-permasalahan implementasi PHBM yang sudah jauh ketinggalan
dengan KPH lain.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWaspadalah senjata bisa makan tuannya
ReplyDeletePHBM adalah solosi terbaik tapi sayangnya kadang ada oknum" lmdh yang tidak komet kepada janjinya sendiri beberapa ada yg mencoreng lembaga hanya karena memanfaatkan bendera saja untuk mengajukan sesuwatu yg hanya untuk kepentingan pribadai. nah sayang lmdh yang demikian itu mengecewakan dan tidak banyak dampak positipnya kepada perhutani dan kususnya masyarakat desa hutan. justru dia memposisikan dirinya sebagai pelayan dan membodohi masyarakat warga desanya sendiri. tentu juga menghambat pembangunan sumberdaya manusia itu sendiri
RESUME PENGAMBIL ALIHAN LAHAN GARAPAN OLEH PERTAMINA DI BKPH UJUNG KERAWANG MUARAGEMBONG
ReplyDeleteILUSTRASI MASALAH
Sehubungan dengan semakin berkembangnya kasus kepemilikan lahan dalam kawasan Hutan di BKPH Ujungkrawang dimana pada saat ini PERHUTANI sedang menjalin pembinaan kemitraan dengan Lembaga Mayasarakat Desa Hutan ( LMDH ) dalam pengelolaan kawasan hutan dengan Pola Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM) sebagaimana telah dituangkan dalam kesepakatan bersama antara LMDH WANA KAHURIPAN dengan pihak PERHUTANI( di Tandatangi Oleh Adm PERHUTANI)
Permasalahannya dimulai ketika PT.PERTAMINA Mulai melakukan explorasi dalam kawasan hutan di petak 27 Desa pondok soga Kecamatan:Pantai Hurip tanpa melakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan dalam kawasan Hutan,antara lain LMDH dan para petani penggarap yang lahannya telah diambil alih tanpa konpensasi atau uang ganti rugi atas lahan garapannya.sedangkan proses pembebasan atau ganti rugi diberikan kepada mereka para pemilik AKTA JUAL BELI bukan kepada para pemilik NASKAH KEHUTANAN,sementara lokasi AKTA JUAL BELI masih masuk dalam kawasan Hutan Petak 27.
INDIKASI MASALAH
1.Telah terjadi pengambil alihan lahan garapan secara sepihak oleh PT.PERTAMINA
2.PT.PERTAMINA telah salah mengambil langkah pembebasan dengan memberikan uang ganti rugi kepada pada pemilik AKTA JUAL BELI (notabennya lahan tersebut masih masuk dalam kawasan hutan petak 27)
3.Sangat dimungkin terjadinya gejolak sosial yang bisa memakan korban jiwa jika permasalah ini dibiarkan berlarut larut
4.Kami atas namanya LMDH WANAKAHURIPAN memohon untuk segera diadakan proses mediasi antara pihak terkait dalam hal ini (PERUM PERHUTANI-LMDH-PT.PERTAMINA) sebelum terjadinya insiden yang lebih besar.
5.Semakin hilangnya Simpati masyarakat terhadap PERUM PERHUTANI,Masyarakat lebih berkiblat pada acuan AKTA JUAL BELI.Masyarakat semakin tidak mengakui adanya lahan Hutan di Muaragembong
Bekasi. 09 Februari 2016
Ketua
LMDH WANAKAHURIPAN