Hutan merupakan
sumber kekayaan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kelangsungan dan
kelestariannya tergantung pada sikap dan tindakan manusia dalam memanfaatkan
potensi hutan tersebut.
Selain itu
hutan pun dapat menghasilkan tanaman yang bermanfaat bagi manusia, contohnya
saja tanaman pinus. Tanaman pinus ini memiliki peranan yang penting, sebab
selain sebagai tanaman pioner, pohon pinus juga menghasilkan getah yang
diolah lebih lanjut akan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Getah yang dihasilkan
oleh pinus yaitu gondorukem dan terpentin yang dipergunakan dalam industri
batik, plastik, sabun, tinta cetak, bahan plitur, dan sebagainya, sedangkan
terpentin digunakan sebagai bahan pelarut cat.
Produktivitas
getah dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal berupa
tempat tumbuh serta tindakan dalam pemeliharaan hutan yang berpengaruh produksi
getah secara langsung atau tidak langsung. Salah satu aspek aspek eksternal
yang berpengaruh ialah tenaga penyadap itu sendiri antara lain usia penyadap,
keterampilan penyadap, dan pengalaman penyadap. Sedangkan faktor internal
berupa faktor biologi pohon.
Dengan makin
pesatnya perkembangan dan makin meningkat nya kebutuhan manusia, maka prospek
gondorukem dan terpentin untuk industri sangat cerah, sehingga peranan hutan
pinus sebagai penyuplai industri gondorukem dan terpentin harus tetap lestari.
Produksi gondorukem untuk keperluan industri di Indonesia masih kurang, maka
untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu diadakan peningkatan produksi getah
pinus.
Salah satu
aspek yang berperan dalam usaha meningkatkan dan melancarkan produksi getah
pinus adalah tenaga penyadap. Tenaga penyadap tidak sepenuhnya bekerja pada
penyadapan dalam arti menyadap hanya merupakan pekerjaan sampingan, sehingga
akan mempengaruhi tingkat produksi getah pinus. Hal tersebut akan mengakibatkan
potensi getah pinus tidak tergarap dengan maksimal.
Akan tetapi,
pada saat ini pihak Perhutani memberikan kebijakan kepada penyadap dengan
memberi areal sadapan yang disesuaikan dengan kemampuan penyadap yaitu berkisar
antara dua sampai lima hektar. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui berapa jumlah pohon yang optimal yang sebaiknya diberikan kepada
penyadap berdasarkan kemampuan masing-masing penyadap.
Di Indonesia
secara alami hanya terdapat satu jenis pinus yaitu Pinus merkusii di
Sumatera bagian utara (sekitar Aceh dan Tapanuli). Selain di Indonesia Pinus
merkusii juga dijumpai di Vietnam, kamboja, Thailand, Burma, India dan
Philipina. Secara geografis tersebar antara 20 LS-220 dan
95030’ BB-120031.
Pinus merkusii
tidak meminta syarat tumbuh yang tinggi terhadap tempat tumbuh, namun
pertumbuhannya dipengaruhi berbagai factor seperti tanah, iklim, dan altitude.
Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, pinus membutuhkan :
- Ketunggian tempat tumbuh 200-2000 mdpl.
- Temperatur udara berkisar 180-300 C.
- Reaksi tanah (pH) berkisar antara 4,5-5,5.
- Bulan basah (5-6 bulan) yang diselingi dengan bulan kering yang pendek
(3-4 bulan).
Penyebaran Pinus
spp meliputi daerah Eurasia dan Amerika. Menurut data yang tersedia tahun
1967 suku Pinus memiliki lebih kurang 107 jenis yang tersebar secara alami di
berbagai tempat tumbuh yang berbeda-beda di benua Eropa, Afrika dan Asia. Di
Asia terdapat lebih kurang 28 jenis, diantaranya 3-7 jenis terdapat di Asia
Tenggara antara lain Pinus merkusii, Pinus kaysia, Pinus insularis.
Getah Pinus
Getah yang
dihasilkan pohon Pinus merkusii digolongkan sebagai oleoresin yang
merupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila
saluran resin pada kayu atau kulit pohon jenis jarum tersayat atau pecah.
Penamaan oleoresin ini dipakai untuk membedakan getah pinus dari getah alamiah
(natural resin) yang muncul kulit atau terdapat dalam rongga-rongga jaringan
kayu sebagai genus dari anggota famili Dipterocarpaceae, Leguminoceae, dan
Caesalpiniaceae.
Getah yang
berasal dari pohon Pinus berwarna kuning pekat dan lengket, yang terdii dari
campuran bahan kimia yang kompleks. Unsur-unsur terpenting yang menyusun getah
pinus adalah asam terpen dan asam abietic. Campuran bahan tersebut larut dalam
alcohol, bensin, ether, dan sejumlah pelarut organic lainnya, tetapi tidak
larut dalam air. Selain itu dari hasil penyulingan getah Pinus merkusii
rata-rata dihasilkan 64% gondorukem, 22,5% terpentin, dan 12,5% kotoran.
Saluran getah
resin bukan merupakan bagian dari kayu, tetapi berupa rongga yang dikelilingi
oleh sel-sel parenkimatis atau sel epitel. Seluruh lapisan yang mengelilingi
saluran resin disebut epitellium.
Tusam atau pinus adalah sebutan bagi sekelompok tumbuhan yang semuanya
tergabung dalam marga Pinus. Di Indonesia penyebutan tusam atau pinus
biasanya ditujukan pada tusam Sumatera (Pinus
merkusii Jungh. et deVries).
Tusam kebanyakan bersifat berumah satu (monoecious), yaitu dalam
satu tumbuhan terdapat organ jantan dan betina namun terpisah, meskipun
beberapa spesies bersifat setengah berumah dua (sub-dioecious).
Nama-nama umum di beberapa negara adalah:
- Filipina:
Mindoro Pinus, Tapulau (Sambali, Tagalog)
- Indonesia:
Damar Bunga
- Thailand:
Anak-haang-maa
- Vietnam:
Th[oo]ng l hai
SELENGKAPNYA TENTANG PINUS
Pinus merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang
tumbuh asli di Indonesia. P.
merkusii termasuk dalam jenis pohon serba guna yang
terus-menerus dikembangkan dan
diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan. Hampir semua
bagian pohonnya dapat dimanfaatkan, antara lain
bagian batangnya dapat disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut diproses lebih lanjut menjadi gondorukem dan
terpentin. Gondorukem dapat digunakan sebagai bahan
untuk membuat sabun, resin dan cat. Terpentin digunakan untuk bahan industry parfum, obat-obatan, dan desinfektan. Hasil
kayunya bermanfaat untuk konstruksi, korek api,
pulp, dan kertas serat panjang. Bagian kulitnya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar dan abunya digunakan untuk bahan
campuran pupuk, karena mengandung kalium
Manfaat
P. merkusii Jungh et De Vriese atau sering disebut tusam
merupakan salah satu jenis pohon industri
yang mempunyai nilai produksi tinggi dan merupakan salah satu prioritas jenis untuk reboisasi terutama di
luar pulau Jawa. Di pulau Jawa, pinus atau tusam
dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang
lebih tinggi seperti produksi α pinen.
Kelemahan dari P. merkusii adalah
peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah
daun yang tidak mudah membusuk secara alami. Kebakaran hutan umumnya terjadi pada saat musim kemarau, karena saat
itu kandungan air, baik pada ranting-ranting dan
serasah di lantai hutan maupun pada pohon menjadi berkurang sehingga kemungkinan untuk mengalami kebakaran
menjadi lebih besar. Selain itu, produksi serasah
pinus termasuk tinggi, yaitu sebesar 12,56-16,65 ton/hektar.
Menurut Harahap dan
Izudin (2002) kegunaan P. merkusii untuk bangunan perumahan,
lantai, mebel, kotak, korek api, pulp, tiang listrik, papan wol kayu, resin, gondorukem, dan kayu lapis
Selain itu, kegunaan
pinus sangat banyak, antara lain kayunya dapat digunakan untuk triplek, venir, pulp, sutra tiruan,
dan bahan pelarut. Getahnya dapat dijadikan gondorukem,
sabun, perekat, cat dan kosmetik. Daur panen untuk kebutuhan pulp 12 tahun dan non pulp 20 tahun.
P. merkusii umumnya ditanam untuk produksi kayu
pertukangan, disamping itu pohonnya
juga disadap untuk menghasilkan terpentin dan gondorukem. Peningkatan kelurusan batang dan volume masih merupakan
sifat-sifat penting yang perlu dimuliakan. Nilai
heritabilitas bentuk batang umumnya moderat, demikian pula untuk diameter.
Korelasi genetik
antara bentuk batang dan diameter bervariasi dari rendah positif ke moderat negatif. Korelasi genetik antara
tinggi dan diameter umumnya moderat sampai tinggi
positif
BOTANI PINUS
Tata Nama
Pinus merkusii Jungh et de Vriese termasuk suku Pinaceae,
sinonim dengan P. sylvestri auct. Non. L, P.
sumatrana Jung, P.
finlaysoniana Blume, P.
latteri Mason, P.
merkusii var. tonkinensis, P.
merkusiana Cooling & Gaussen.
Nama daerah : Damar Batu, Huyam, Kayu Sala, Sugi, Tusam
(Sumatera), Pinus (Jawa), Sral (Kamboja), Thong Mu
(Vietnam), Tingyu (Burma), Tapusan (Filipina), Indochina Pine, Sumatra Pine, Merkus Pine (Amerika Serikat, Inggris) dan
lain-lain (Harahap dan Izudin, 2002).
Deskripsi
P. merkusii Jungh et de Vriese pertama sekali ditemukan
dengan nama tusam di daerah Sipirok,
Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani dari Jerman - Dr. F. R. Junghuhn - pada tahun 1841. Jenis ini
tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan
persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya
jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai melewati 20 LS
.
Tinggi
P. merkusii Jung. & De Vr. dapat mencapai 20-40 m.
Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya
adalah tunas yang sangat pendek yang tidak pernah
tumbuh) pada pangkalnya dikelilingi oleh suatu sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya sekitar 0,5 cm.
Bunga jantan panjangnya sekitar 2 cm, pada pangkal
tunas yang muda, tertumpuk berbentuk bulir. Bunga betina terkumpul dalam jumlah kecil pada ujung tunas yang muda,
selindris, dan sedikit berbangun telur,
kerapkali bengkok.
Sisik kerucut buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang, akhirnya merenggang; kerucut buah panjangnya
7-10 cm. Biji pipih berbentuk bulat telur, panjang
6-7 mm, pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas (Steenis, 2003).
Tinggi P. merkusii dapat
mencapai 20-40 m dengan diameter
100 cm dan batang bebas cabang 2-23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua,
tidak mengelupas dan beralur lebar serta dalam.
Kayu pinus berwarna coklat-kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV.
Pohon pinus berbunga
dan berbuah sepanjang tahun, terutama pada bulan Juli- November.
Biji yang baik warna kulitnya kering kecoklatan, bentuk bijinya bulat, padat, dan tidak berkerut. Jumlah biji kering
57.900 butir per kg atau 31.000 butir/l
Serasah pinus akan
terdekomposisi secara alami dalam waktu 8-9 tahun. Serasah pinus
merupakan serasah daun jarum yang mempunyai kandungan lignin dan ekstraktif tinggi serta bersifat asam, sehingga sulit
untuk dirombak oleh mikroorganisme
Syarat Tumbuh
P. merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur,
tanah berpasir, tanah berbatu
dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 mdpl. Di hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran
tinggi 70 m dengan diameter 170 cm.
P. merkusii termasuk famili
Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara,
dan Gunung Kerinci. P. merkusii mempunyai sifat pioner yaitu dapat tumbuh
baik pada tanah yang kurang subur seperti padang
alang-alang. Di Indonesia, P.
merkusii dapat tumbuh pada ketinggian antara
200-2.000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian
antara 400-1.500 mdpl (Khaerudin, 1999).
Penyebaran
P. merkusii tersebar di Asia Tenggara antara lain Burma,
Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan
Filipina.
P. merkusii atau tusam merupakan
satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain ,
yaitu :
1. Strain Aceh,
penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar
ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan
lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus
pada umumnya terdapat pada ketinggian 800 –
2000 mdpl.
2. Strain Tapanuli,
menyebar di daerah Tapanuli ke selatan Danau Toba. Tegakan pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok
Tusam dan Dolok Pardomuan. Di pegunungan
Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000
– 1500 mdpl
3. Strain Kerinci,
menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar Bukit Tapan dan Sungai
Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh
secara alami umumnya pada ketinggian 1500 – 2000 mdpl
Menurut catatan, P. merkusii yang
ditanam di Indonesia benihnya berasal dari Aceh
atau asal mulanya dari Blangkejeren, sedangkan asal Tapanuli dan Kerinci belum dikembangkan. Pernah dicoba menanam P. merkusii asal
Tapanuli di Aek Nauli, tetapi karena
serangan Milionia basalis akhirnya
tidak dilanjutkan pengembangannya. Padahal menurut
pengamatan dengan mata telanjang banyak kelebihan atau perbedaan baik sifat maupun pertumbuhan pohon dari ketiga
populasi tersebut. Tampaknya bentuk pohon yang
ada di Aceh lebih bengkok-bengkok bila dibandingkan dengan yang ada di Tapanuli dan Kerinci.
Kadar terpentin
berbeda seperti dalam hal kandungan monoterpenenya. Kadar delta-3-carene lebih tinggi dari alpha
pinene yang berlawanan dengan keterangan dalam pustaka
selama ini, kecuali untuk Tapanuli. Seandainya diperoleh kadar delta-3-carene yang tinggi di Tapanuli maka akan tampak
adanya variasi klinal menurut garis lintang dari
utara ke selatan. Kadar limonene terdapat lebih tinggi di Tapanuli, demikian
pula untuk alpha pinene. Dengan demikian variasi
ekotipik lebih jelas terdapat pada P. merkusii bahwa komposisi asam gondorukem pada ketiga populasi yang
ditelitinya (Aceh, Tapanuli dan Kerinci) tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dan lain halnya dengan komposisi terpentinnya.
Kandungan alpha
pinene dan delta-3-carene sangat tinggi pada ketiga populasi. Pengetahuan variasi geografis sangat penting
dalam rangka pemuliaan suatu jenispohon. Zobel dan Talbert (1984) mengemukakan
bahwa program pemuliaan pohon hampir
sebanyak 30 persen gagal karena tidak memperhatikan adanya variasi geografis.
Contohnya adalah
introduksi Pinus oocarpa yang
mulanya gagal di Amerika Selatan tidak
lain disebabkan oleh karena asal benih yang dipakai dalam pengujian memang
tidak akan tumbuh optimal di Amerika Selatan.
Setelah dicoba jenis yang sama dengan benih dari
lokasi yang lain ternyata jenis tersebut dapat tumbuh optimal.
Gondorukem
Gondorukem adalah getah dari pohon Pinus (Pinus merkusii) yang
kemudian diolah menjadi gondorukem. Gondorukem diperdagangkan dalam
bentuk keping-keping padat berwarna kuning keemasan. Kandungannya sebagian besar
adalah asam-asam diterpena, terutama asam abietat, asam isopimarat, asam
laevoabietat, dan asam pimarat. Penggunaannya antara lain sebagai bahan pelunak
plester serta campuran perban gigi, sebagai campuran perona mata (eyeshadow)
dan penguat bulu mata, sebagai bahan perekat warna pada industri percetakan
(tinta) dan cat (lak)
Gondorukem (resina colophonium) adalah olahan dari getah hasil sadapan pada batang tusam
(Pinus). Gondorukem merupakan hasil pembersihan terhadap residu proses
destilasi (penyulingan) uap terhadap getah tusam. Hasil destilasinya sendiri
menjadi terpentin. Di Indonesia gondorukem dan terpentin diambil
dari batang tusam Sumatera (Pinus
merkusii). Di luar negeri sumbernya adalah P. palustris, P.
pinaster, P. ponderosa, dan P. roxburghii.
Gondorukem diperdagangkan dalam bentuk keping-keping padat berwarna kuning
keemasan.
Kandungannya sebagian besar adalah asam-asam diterpena, terutama asam
abietat, asam isopimarat, asam laevoabietat, dan asam pimarat.
Penggunaannya antara lain sebagai bahan pelunak plester
serta campuran perban gigi, sebagai campuran perona mata (eyeshadow) dan
penguat bulu mata, sebagai bahan perekat warna pada industri percetakan (tinta)
dan cat (lak).
Di Indonesia, komoditi ekspor ini dihasilkan oleh Perum Perhutani, terutama dari penanaman tusam di hutan
pegunungan Jawa.
Terpentin
Terpentin adalah getah dari pohon Pinus (Pinus merkusii) yang
kemudian diolah menjadi terpentin. Kegunaan terpentin adalah untuk bahan baku
industri kosmetik, minyak cat, campuran bahan pelarut, antiseptik, kamfer dan
farmasi.
Proses Pengolahan Getah Pinus
Dalam proses pengolahan Getah Pinus di Pabrik Gondorukem & Terpentin
(PGT) Perum Perhutani, bahan baku industri berupa Getah Pinus (Pinus
Merkusii) diproses melalui beberapa tahapan :
1) Penerimaan & Pengujian Bahan Baku
2) Pengenceran
3) Pencucian & Penyaringan
4) Pemanasan/pemasakan
5) Pengujian& Pengemasan
Gondorukem dan Terpentin merupakan hasil distilasi/penyulingan dari getah
Pinus. Gondorukem berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua.
Sedangkan Terpentin berbentuk cair berwarna jernih serta merupakan pelarut yang
kuat.
Proses
pengolahan getah menjadi gondorukem pada umumnya meliputi 2 tahapan :
- Pemurnian getah dari kotoran-kotaran
- Pemisahan terpentin dari gondorukem dengan cara
distilasi/penguapan.
Proses pemurnian getah.
- pengenceran getah dengan terpentin
- pengambilan/penyaringan kotoran kasar
- pencucian & pemisahan kotoran halus dengan penyaringan maupun
pengendapan.
Proses pemisahan gondorukem dari terpentinnya.
- dilakukan dengan pemanasan langsung
- dilakukan dengan pemanasan tidak langsung. (menggunakan uap)
Sumber : berbagai artikel
No comments:
Post a Comment