“Mereka tak sama seperti kita dulu, dibesarkan dalam
kesenangan, tak tahu kerja keras, tahunya hanya protes.”
“Dirusak oleh teknologi, lebih banyak bermain daripada
bekerja.”
“Pindah kerja seenaknya. Tidak loyal… Mereka di sini bukan
untuk membantu, tapi membuat masalah."
Itulah ungkapan yang sering muncul saat sekelompok senior berkumpul
membahas para eksekutif muda atau karyawan baru. Yang terdengar lebih banyak
keluhan daripada pujian.
Walaupun generasi ini terlihat pintar, agresif, dan
senantiasa mau mencoba tetapi sikap mereka membuat manajemen khususnya bagian
SDM sakit kepala! Mereka orang muda yang berani, bersemangat tetapi sering
dianggap kurang ajar dan tidak tahu sopan santun. Baru seminggu bekerja, tanpa
malu sudah berusaha minta fasilitas lebih, dan bahkan mau dan berani mengubah
cara pengelolaan perusahaan. Mereka memang hebat dengan kemahiran multi
tasking; sambil membalas email melalui iPad, masih bisa membalas pesan
BlackBerry, juga pada waktu yang sama mereka
melakukan deal business melalui telefon! Mereka memakai jeans ke kantor
dan iPod di telinga, diragukan apakah benar-benar bekerja? Di mana disiplin dan
keseriusan yang selama ini sangat penting dalam ‘budaya’ perusahaan?
Apabila tepat jam 5 sore, mereka akan bergegas pulang untuk
aktivitas pribadi seperti bermain futsal, fitness atau sekadar kongkow bersama
teman-temannya. Kerja lembur? Tidak! Bagi mereka hal itu tanda gagal mengurus
waktu dan kurang gesit menyelesaikan pekerjaan!
Akhir pekan, mereka biasanya sudah punya rencana libur
bersama teman atau melakukan hobi sendiri. Namun mereka tidak menolak untuk
menyelesaikan pekerjaan dari rumah atau dari tempat liburan, asal saja ada
jaringan internet, pekerjaan dapat mereka selesaikan dengan baik tanpa perlu
rapat demi rapat. Mereka memang sangat berbeda, karena itu mereka sering
dikritik tapi mereka senang mengkritik.
Inilah fenomena yang sedang melanda dunia -gelombang baru
perubahan yang dibawa oleh anak-anak muda yang mulai memasuki dunia pekerjaan.
Jika Anda senior di perusahan, maka bersiaplah untuk berhadapan dengan mereka.
Cara berpikir, cara pandang, cara hidup, juga cara mereka menentukan prioritas
dan mendefinisikan kesuksesan sangat berbeda. Menurut Bruce Tulgan, penulis New
Haven, “Para korporasi harus mulai bersiap-siap karena generasi ini --yang
mencapai usia 30-– adalah sangat berbeda
dibanding generasi sebelumnya.”
Siapa Sesungguhnya Mereka?
Mereka dikenali sebagai Generasi Y (baca: generasi way), atau
ada juga yang menggelarinya sebagai echo boomer dan millennials. Ada yang
mengatakan, mereka lahir sekitar tahun1977-2002. Ada juga yang berpendapat,
sekitar tahun 80an hingga tahun 2005. Namun yang jelas mereka adalah generasi
baru yaitu anak-anak dari Generasi Baby Boomer yang hidup setelah Perang Dunia
Kedua, atau cucu generasi setelah perang dunia kedua.
“Generasi Y ini dibesarkan dalam lingkungan yang sangat
menitikberatkan anak-anak. Generasi ini diprogram dan dibentuk,” kata Cathy
O’Neil, VP senior di perusahaan pengelolaan SDM Lee Hecht Harrison di Woodcliff
Lake, New Jersey.“Keinginan mereka berbeda. Generasi millennium ini menunggu
untuk mendapat masukan dari hasil kerja mereka.”
Dari kecil mereka diajari berpikir terbuka dan bebas menyuarakan
pandangan dan keinginan mereka. Guru-guru dan orangtua membentuk generasi ini
bebas berpikir, sering diberi feedback, pujian, dan dorongan. Mereka dibesarkan
di zaman yang paling ‘aman’ dalam sejarah dan layak mengharapkan lebih banyak
dari generasi sebelumnya. Bukan sekadar kebendaan, juga tempat kerja yang
menawarkan peluang yang tidak terbatas. Hasilnya mereka sangat percaya diri,
berani bersuara, dan tidak malu menyatakan pandangan.
Namun ini menjadikan mereka generasi yang tidak lagi hanya
memikirkan uang semata. Mereka inginkan keadilan di dalam menilai pekerjaan
mereka dan dihargai tidak hanya dengan gaji. Mereka dibesarkan dengan pujian
dan penghargaan, kerana itu jika tidak mendapat feedback secara rutin dari
atasan, mereka bisa merasa tidak dihargai dan akan pergi meninggalkan
organisasi walaupun gaji yang ditawarkan tinggi. Mereka juga tidak akan
menghormati seseorang hanya karena jabatan atau senioritas. Mereka hanya akan
menghormati orang yang memperlihatkan sikap hormat kepada mereka. Kesetiaan
bagi mereka tidak hanya dibangun dari bawah ke atas tetapi juga harus dari atas
ke bawah.
Generasi anak-anak muda ini adalah wajah dunia masa depan,
bercita-cita tinggi, kaya ide, ketagihan perubahan, berani dan seolah mampu
melakukan apa saja, kecuali satu…
mengikut apa yang diarahkan tanpa sebab!
Menurut Jordan Kaplan, seorang professor sains pengelolaan di Long
Island University-Brooklyn, New York, “Generasi Y sangat kurang mempercayai manajemen konservatif ala command- dan - ala
control. Namun, cara manajemen tersebut masih popular di tempat kerja saat
ini”. Ia juga menambahkan, “Mereka dibesarkan bebas bertanya dan mempersoalkan
orangtua, saat besar mereka juga akan merasa nyaman untuk bertanya dan
mempersoalkan atasan. Ini sesungguhnya bagus tetapi hal itu akan mencemaskan
manager yang berusia 50 tahun yang mana kebiasaannya hanya mengeluarkan arahan,
‘lakukan dan lakukannya sekarang!’”
Solusi
Sudah saatnya para pemimpin korporasi memikirkan hal ini
dengan serius. Semua hal berubah. Begitu juga cara dalam menghadapi para
pekerja baru yang memasuki dunia pekerjaan. Mereka tentu tidak sama seperti
generasi 20 tahun lalu. Nilai-nilai yang dibawa oleh golongan muda ini seperti
kecepatan, flexible, innovasi dan goal oriented, semua harus kita terima dan
disesuaikan di dalam korporasi. Cara pengelolaan lama yang kurang fleksibel
harus segera diubah untuk menyesuaikan diri dengan tenaga muda yang sedang haus
mencari peluang untuk mengembangkan ide dan inovasi.
Namun semua itu belum cukup. Kunci keberhasilan jangka
panjang dan kelangsungan sebuah perusahaan atau organisasi adalah bagaimana
memotivasi dan membentuk talent-talent muda yang akan membawa Anda
menguasai masa depan. Bagaimana kita
dapat memotivasi secara mendalam generasi yang terlihat sangat berbeda dengan
kita ini? Bagaimana menanamkan nilai-nilai mulia yang selama ini kita
pertahankan di perusahan seperti
integritas, kesetiaan, dan kebersamaan? Apa upaya yang harus dilakukan
supaya terwujud kesefahaman antar generasi dan dapat bekerja dalam sebuah
pasukan yang saling memahami?
Inilah yang sedang kami lakukan di Pertamina, Telkom, dan
BRI, yaitu melatih dan membentuk value karyawan baru (generasi Y) yang sedang
membanjiri berbagai koorporasi di Indonesia. Kita harus berhasil mentransfer
tentang misi kehidupan, tentang nilai, dan tentang makna, yang selama ini tidak
pernah diajarkan kepada mereka. Mereka rajin dan kuat bekerja tetapi tidak mau
pekerjaan menguasai kehidupan mereka. Bekerja bagi mereka bukan segalanya,
tetapi hanya sebagian dari kehidupan yang perlu dijalani. Mereka sesungguhnya
memerlukan lebih dari sekadar gaji dan penghargaan.
Ingatlah, sesungguhnya bukan mereka berada di zaman kita,
tapi kitalah yang sebenarnya hidup di zaman mereka. Sudah siapkah kita?
DR HC Ary Ginanjar Agustian, Founder ESQ LC
No comments:
Post a Comment