Thursday, December 29, 2011

BERTOPENG UNTUK SESUAP NASI

Pertengahan bulan Desember 2011 sampai mungkin tanggal 9 Januari 2012 anak-anak sekolah mulai liburan, tidak kalah gembiranya dengan rencana-rencana liburan yang menurut pemikiran mereka akan sangat menyenangkan.
Berkunjung ke kakek-nenek atau mengunjungi tempat-tempat wisata. Mengawali liburan awal tahun ini dengan berbagai kesibukan saya pikir diawali  jalan-jalan di Indramayu saja-lah.
Anak-anakku mengajak berenang saja di tempat wisata.
Tempat wisata itu walaupun hujan penuh sesak, sampai-sampai saya sendiri sulit mengawasi anak saya karena selalu berpindah-pindah permainan.
Akhirnya saya duduk-duduk saja di sekitar lokasi pedagang sambil jajan kopi susu, untungnya saya sudah tidak merokok lagi.... barang itu (rokok) sudah saya tinggal beberapa tahun yang lalu.
Sambil dari jauh mengawasi gerak-geriknya anak.  Tiba-tiba datang menghampiri 2 badut yang mukanya sih selalu terlihat tertawa (karena kan boneka yang sudah diciptakan untuk muka tertawa).
Saya yakin pakaian badut itu tebal dan tentunya panas, apalagi dipakai tengah hari.  Untuk sekedar perbandingan dengan kaos oblong saja pada saat itu saya dan istri saya tidak kuat menahan panasnya cuaca saat itu, apalagi di Indramayu yang dekat dengan pantai.  Saya sempat berpikir,.... badut-badut itu sungguh kuat dan hebat.
Sesekali anak-anak kecil dipaksa ibunya untuk sekedar berfoto, walaupun kadangkala beberapa anak yang histeris ketakutan melihat badut2 itu. Begitupun para remaja dengan tersenyum berpose dengan para badut itu. Kalau badut itu seorang pria, mungkin dia punya kesempatan untuk berpose memeluk gadis-gadis remaja yang minta difoto, gadis-gadis itu pun dengan senang tanpa menolak.  tak ada yang mengeluarkan uang saat berpose, artinya para badut itu hanya mengandalkan upah atau buruh harian dari pemilik wisata.  Harusnya bayarannya cukup pantas karena sejak pagi sampai sore mengunakan kostum tebal di saat cuaca yang panas tidak semua orang bisa bertahan.

Lain di Indramayu, lain pula di Jakarta, saat sabtu depannya kami sekeluarga berkunjung ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII)- Jakarta, kebetulan kami berkeliling-keliling berpoto pada lokasi-lokasi anjungan propinsi, yang membuat kami menarik adalah saat kami berkunjung ke istana anak-anak dengan membayar tiket masuk, di pintu gerbang kami disambut para badut, mungkin 4-5 badut menghampiri dan seperti menawari untuk difoto bersama, tapi berbeda dengan di indramayu, badut TMII ini ternyata setelah difoto langsung menengadahkan tangan tanda minta uang sebagai imbalan, walau tidak ada target, saya liat ada yang ngasih 2rb perak pun gak protes, ada juga yang ngasih 5rb -10rb rupiah.
Kayanya badut-badut di TMII  ini mungkin tidak memperoleh bayaran dari pemilik, bahkan mungkin pakaiannya pun mereka beli/modalin sendiri untuk mencari makan dengan cara menjadi badut.
Setelah selesai berfoto-foto, saya tengok ke belakang, tertarik memperhatikan badut-badut itu dan setelah tidak ada pengunjung datang mereka berkumpul shalter depan tiketting dan membuka topengnya dan masa Allah, ternyata badut-badut TMII adalah ibu-ibu bahkan saya lihat cenderung banyak  nenek-nenek.
Sungguh tak terpikir, setahu saya badut biasanya kan diperankan laki-laki.


Badut di Indramayu mungkin badut yang sengaja dipekerjakan oleh pemilik wisata paling tidak dapat bayaran harian saat-saat hari  libur atau minggu, sementara badut di lokasi  TMII bedikari sendiri. 
Terlepas dari berapa besar penghasilannya tetap merupakan badut yang menutupi mukanya untuk mencari makan.

Dalam perjalanan hidup kita memang bagian dari badut-badut itu, apapun peran kita dan dimanapun kita berada selalu bersembunyi di balik topeng muka kita, padahal roman muka kita mungkin tak seperti yang ditampilkan.


HIDUP MEMANG LIAR  TAK TERKENDALI, DIMANAPUN KITA BERADA DAN SIAPAPUN ORANG YANG MENGATURNYA